Bukan Cuma Investor! Ini Dampak Ngeri Anjloknya IHSG Buat Kita Semua
IHSG sedang demam (lagi). Rupiah ikut meriang. Suhu pasar naik. Tapi bukan karena panas , karena panik. Investor asing kabur, pasar dalam negeri goyah.
Dan seperti biasanya, rakyat kecil tetap jadi yang pertama merasakan pahitnya. Padahal banyak yang masih berpikir, “Ah, itu cuma soal saham. Urusan orang kaya.”
Sayangnya, tidak.
Kalau IHSG anjlok, dompet semua orang bisa ikut bolong. Sekaya apapun, atau sesederhana apapun, kita tak bisa lepas dari efek domino ekonomi.
IHSG Itu Seperti Detak Jantung Ekonomi
Cepat? Tanda overheat.
Lambat? Risiko kolaps.
Berhenti? Mati.
Kalau detak jantung lemah, seluruh tubuh terganggu. Otak lelah, tangan gemetar, langkah jadi berat.
Begitu juga IHSG. Ketika detaknya melemah, seluruh sistem ikut terguncang. Rupiah melemah. Harga naik. Daya beli turun. Perusahaan bingung. Pemerintah panik.
IHSG bukan cuma papan angka. Ia adalah denyut kepercayaan. Ketika kepercayaan itu hilang, uang ikut pergi.
Rupiah Melemah, Harga Barang Menanjak
Investor asing keluar. Dolar ditarik dari pasar. Rupiah tak punya lawan. Mata uang kita melemah seperti tubuh habis begadang tiga malam.
Akibatnya?
Barang-barang impor naik. Dari HP, laptop, minyak goreng, sampai beras impor. Harga BBM? Siap-siap merangkak.
Semua yang “tergantung dolar” mendadak jadi mahal. Kita tetap makan tiga kali sehari, tapi mungkin porsinya mulai menyusut.
Lapangan Kerja Tak Lagi Lapang
IHSG turun artinya perusahaan sedang kesulitan napas. Mereka tunda rekrutmen, potong bonus, bahkan… PHK.
UMKM juga kena imbas: pelanggan menurun, omzet menyusut.
Anda mungkin bukan pegawai. Tapi kalau pelanggan Anda adalah pegawai, dan dia kena PHK, maka siklusnya tetap kena ke Anda.
Ekonomi itu rantai. Putus satu, semua bisa ikut jatuh.
Tabungan Masa Depan Jadi Angan
Punya dana pensiun? Asuransi? Reksa dana?
Selamat. Anda sudah masuk pasar saham, walaupun tanpa sadar.
Ketika IHSG terjun, nilai instrumen keuangan itu bisa ikut jeblok.
Keuntungan masa depan mengecil. Harapan pensiun nyaman jadi kabur.
Kadang, kerugian itu tak terasa hari ini. Tapi terasa saat kita butuh uangnya nanti.
Peluang Menciut, Bisnis Melemah
Investor menahan uang. Proyek infrastruktur tertunda. Pendanaan startup kering. Bisnis baru gagal tumbuh.
Iklim ekonomi berubah dari panas menjadi mendung tebal.
Seperti petani yang menanam saat musim belum tentu:
Takut hujan tak turun, tapi juga takut gagal panen.
Kenapa IHSG Bisa Sakit?
Bukan cuma karena virus dari luar. Ada juga masalah dari dalam.
- Program makan gratis yang dibiayai ratusan triliun bikin investor khawatir defisit.
- Rumor Sri Mulyani mundur, bikin pasar bertanya-tanya: siapa yang pegang kemudi? Ini sudah diklarifikasi tidak, tapi who knows? Dia mungkin nunggu alasan mundur yang momennya pas saja.
- Danantara, SWF baru, dinilai belum transparan.
- Isu dwifungsi TNI, bikin ekonomi makin tak pasti.
Morgan Stanley sampai menyebut Indonesia sebagai “pasar yang sedang kehilangan arah”. Goldman Sachs menurunkan peringkat saham Indonesia ke level “netral”.
Investor asing menjual saham mereka Rp 23 triliun lebih sejak awal tahun. Dan karena 60% saham dipegang asing, aksi jual ini seperti mencabut nafas pasar.
IHSG merosot. Rupiah menyusul.
Kapitalisme yang Ironis
Kita hidup dalam sistem yang katanya “milik pasar”. Tapi ketika pasar tumbang, rakyat juga ikut jatuh. Padahal rakyat tak pernah ikut menentukan arah pasar itu.
Negara, untuk bisa bertahan hidup, mengandalkan pajak dan investasi. Dan saat investasi kabur, pajak menyusut, ekonomi stagnan.
Maka, program sosial pun ikut terganggu. Subsidi dikurangi. Bantuan dipangkas.
Ironisnya, saat krisis melanda dunia pada 2008, Italia selamat karena satu hal: social welfare.
Bukan karena pasar. Tapi karena negara hadir. Negara menyediakan jaring pengaman. Kesehatan, pendidikan, pangan, perumahan.
Mungkin sistem kapitalis perlu belajar dari tetangganya: Bahwa pasar bebas butuh kehadiran negara. Bahwa ekonomi sehat tak cukup hanya dengan angka, tapi juga dengan keadilan.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Tidak semua orang bisa kendalikan pasar. Tapi semua bisa menyiapkan diri.
- Jaga cash flow pribadi.
- Hindari utang konsumtif.
- Jangan semua investasi ditaruh di satu tempat.
- Perkuat skill. Di saat ekonomi lesu, keahlian jadi mata uang baru.
- Jangan apatis terhadap ekonomi. Karena sadar ekonomi adalah bentuk bela diri.
⠀
IHSG jatuh bukan sekadar berita ekonomi. Ini adalah sinyal peringatan.
Sinyal bahwa kepercayaan sedang goyah. Dan saat kepercayaan hilang, yang jatuh bukan cuma saham. Tapi juga harapan banyak orang.
“Kita bukan hanya sedang menghadapi krisis angka. Tapi krisis arah.”